Wednesday, May 19, 2010

KARSINOMA NASOFARING

PENDAHULUAN

karsinoma Nasofaring jarang ditemukan pada sebagian besar daerah di dunia. Cina selatan merupakan daerah dengan insiden tertinggi, terutama yang berasal dari Provinsi Kwantung, diikuti oleh populasi campuran Cina di Asia Tenggara, dan Eskimo. insiden menengah di Afrika Utara dan di Filipina dan sangat jarang pada orang dengan kulit putih dan Jepang. Tingkat insiden disesuaikan dengan usia (per 100.000 penduduk per tahun) berkisar antara 28,8 di Hong Kong 17,2 di Eskimo, India, dan Aleuts di Alaska; 16,8 di Singapura; 4,6 di Filipina, 2,8 di Aljazair; dan 0,6 di Amerika Serikat dan Jepang. Kejadian terbesar terjadi pada dekade keempat dan kelima dalam kehidupan, dan rasio perbandingan laki-laki perempuan adalah 2:1 menjadi 3:1.1,2

ETIOLOGI

etiologi dari karsinoma nasofaring multifaktorial. data epidemiologi dan eksperimental saat ini menunjukkan setidaknya tiga faktor etiologi utama yaitu :
1) virus,
2).Genetik,
3).lingkungan.
Virus Epstein-Barr (EBV) telah lama berhubungan dengan kejadian karsinoma nasofaring. Titer antibodi terhadap EBV ditemukan meningkat pada pasien dengan karsinoma nasofaring tanpa memandang asal etnis dan geografis. Hibridisasi asam nukleat menunjukkan adanya Genom EBV pada pemeriksaan biopsi dari karsinoma nasofaring. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa EBV antigen nuklir (EBNA-1) yang disajikan pada hampir semua kasus dan membrane protein membran laten (LMP1) telah disajikan pada kira-kira dua pertiga dari kasus karsinoma nasofaring dengan EBV positif. penggunaan teknologi polimer Chain reaction (PCR) sebenarnya mampu mendeteksi sirkulasi EBV DNA pada 96% pasien karsinoma nasofaring di Hong Kong. EBV DNA plasma berhubungan dengan tingkat stadium penyakit. Baru-baru ini, LMP1 juga telah menunjukkan adanya peningkatan produksi Vascular Endhotelial Growth Factor (VEGF). Rangsangan LMPl-untuk produksi VEGF dimediasi oleh siklooksigenase-2 COX-2), yang diekspresikan secara berlebihan dalam tumor.Di temukan adanya perbedaan yang sangat signifikan pada pola histokompatibilitas human leukosit antigen (HLA) antara pasien karsinoma nasofaring di Cina dan subyek yang diteliti. Ada peningkatan yang signifikan dari HLA-A2 dan HLA-B-SIN2 pada pasien Cina. Namun, pola HLA yang berisiko tinggi tidak didapatkan pada semua pasien karsinoma nasofaring dan seperti pola yang ada pada beberapa individu yang bukan karsinoma nasofaring.1

PATOLOGI

Sebagian besar tumor ganas nasofaring (80% sampai 99%) timbul dari epitel dan harus dianggap sebagai varian dari karsinoma sel skuamosa. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Karsinoma nasofaring diklasifikasikan kedalam tiga jenis histologi: (i) karsinoma sel skuamosa (2) nonkeratinizing karsinoma, dan (3) undifereentiated karsinoma. Perbedaan histologis ketiga jenis ini tidak begitu jelas. Istilah karsinoma lymphoepithelial atau lymphoepithelioma digunakan untuk menggambarkan nonkeratinizing dan undifferentiated karsinoma nasofaring di mana limfosit banyak ditemukan di antara sel-sel tumor. Distribusi jenis histopatologi menurut WHO bervariasi di setiap geografi. Di Amerika Utara, sekitar 20% dari karsinoma nasofaring adalah tipe 1, 10% tipe 2 dan 70% tipe 3. Di Hong Kong, sekitar 3% adalah tipe 1, 9% tipe 2, dan 88% tipe 3. Selain itu, histologi nasofaring juga berhubungan dengan ras dan asal-usul kebangsaan. WHO tipe 1 terdiri dari 75% kasus karsinoma nasofaring dan ditemukan paling sering pada orang kulit putih nonHispanic. Sisanya 25% terdiri dari WHO tipe 2 dan 3 dan lebih sering ditemukan di Asia. Asia memiliki proporsi tertinggi jenis WHO tipe 2 dan 3.
Limfoma maligna pada nasofaring tidak begitu sering ditemukan. Tumor ganas lainnya seperti adenokarsinoma, plasmacytoma, melanoma, dan sarkoma relatif jarang.1


JALUR PENYEBARAN

Anterior
umumnya dengan ekstensi langsung ke dalam rongga hidung. Invasi ke dinding lateral rongga hidung dapat mengakibatkan kerusakan pada pterygoid. Invasi dari ethmoid posterior dan sinus maksilaris kurang begitu sering. Invasi Orbital dapat terjadi pada penyakit yang lebih lanjut1.

Superior dan posterior
Tumor langsung dapat menyerang dasar tengkorak, sinus sphenoidalis, dan clivus. Robekan pada foramen yang terletak tepat di atas fosa Rosenmuller, adalah titik terlemah di dasar tengkorak, di mana tumor dapat memperoleh akses ke dalam sinus cavernosus dan fosa kranial tengah dan menyerang nervus kranial II sampai dengan VI. Tumor juga dapat menginvasi melalui foramen ovale ke fosa kranial tengah, bagian yang keras dari tulang temporal, dan sinus cavernosus. Invasi pada muskulus prevertebralis biasanya dapat dilihat pada pemeriksaan MRI 1


Inferior
ekstensi ke oropharynx jarang terjadi . Ini mungkin melibatkan fosa tonsillaris, dan dinding lateral dan posterior dari orofaring. Invasi vertebra Cervikal I secara posterior dan inferior dapat terjadi pada penyakit lanjut. Invasi langsung dari palatum durum jarang terjadi.1
lateral
penyebaran ke dalam ruang parapharyngeal lateral dan invasi dari m. levator dan m. tensor Veli palatini terjadi lebih cepat dan sering terlihat pada pemeriksaan MRI. Invasi pada m.pterygoid terjadi pada penyakit yang lebih lanjut. Ekstensi langsung tumor atau metastasis ke kelenjar limfe retropharyngeal lateral dalam ruang parapharyngeal dapat menyebabkan kompresi atau invasi nervus cranial XII karena keluar melalui kanalis hypoglossus, nervus kranialis IX sampai XI yang muncul dari foramen jugularis dan nervus servikalis simpatetik. Kompresi atau invasi langsung dari arteri karotis interna juga dapat terjadi pada penyakit lanjut. Melalui tubag estachius, tumor langsung dapat menyerang telinga bagian tengah. 1

Penyebaran limfatik
penyebara Limfatik pada kelenjar secara ipsilateral sering terjadi yaitu sekitar 85% sampai 90% kasus. Penyebaran secara Bilateral terjadi pada sekitar 50% kasus. Metastasis ke kelenjar yang kontralateral jarang terjadi. Distribusi kelenjar yang secara klinik dapat di palpasi ditunjukkan pada Gambar.berikut :

Penyebaran ke kelenjar limfe lateral dan posterior retropharyngeal terjadi lebih dini dan sering terlihat pada pemeriksaan MRI atau CT scan, meskipun kelenjar limfe tidak teraba. Metastasis ke jugulodigastric dan nodus cervical superior posterior juga sering ditemukan. Pertama kelenjar enchepalon, metastasis lebih lanjut ke midjugular dan cervical posterior, jugularis inferior, dan cervical posterior serta kelenjar supraclavivular dapat terjadi. Kadang-kadang, menyebar ke kelenjar submental dan oksipital sebagai akibat dari obstruksi limfatik karena limfadenopati servikal yang luas. Metastasis ke kelenjar limfe mediastinum dapat terjadi ketika terjadi limfadenopati supraclavicula.1
Penyebaran secara Hematogen
metastasis jauh terjadi pada 3% dari kasus yang di diagnosis dan dapat terjadi dalam 18% sampai 50% atau lebih dari kasus selama berlangsungnya penyakit ini. 80% insiden telah dilaporkan dalam serial otopsi. Insiden metastasis jauh tertinggi pada pasien dengan metastasis ke kelenjar pada leher, khususnya di leher bagian bawah. Tulang adalah metastasis jauh yang paling sering ditemukan diikuti oleh paru-paru dan hati.

DIAGNOSIS

Diagnosis karsinoma nasofaring ditegakkan melalui biopsi dari tumor primer di nasofaring, yang biasanya dapat dilakukan dengan bius lokal di klinik rawat jalan. Biopsi dengan visualisasi langsung di bawah anestesi umum mungkin diperlukan untuk mendapatkan diagnosis jaringan positif ketika tumor tidak terlihat atau ketika pasien tidak dapat bekerja sama. Tidak jarang tumor berada di submukosa dan tidak terlihat. Dalam kasus yang dicurigai adanya tumor nasofaring primer, tetapi tidak terlihat adanya tumor, biopsi acak harus dilakukan pada bagian yang paling sering terlibat seperti fosa Rosenmuller di masing-masing dinding lateral dan dinding posterior nasofaring. Aspirasi jarum halus(FNA) pada massa di leher dapat menggambarkan adanya karsinoma nasofarng yang bermetastasis ke kelenjar limfe cervicalis. Hal ini dapat mendahului biopsi nasopharynx ketika tumor primer secara klinis tidak dapat dideteksi.
Berikut ini evaluasi diagnostic pretreatment yang direkomendasikan:
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. MRI atau CT scan dari nasofaring, sinus paranasal, dasar tengkorak, rongga hidung, dan leher
3. foto thoraks Posterior-anterior dan lateral
4.Pemeriksaan darah Lengkap,urinalisis, dan tes fungsi hati
5. Pemeriksaan serologi EBV-spesifik : titer IgA anti-virus kapsul antigen(VC A).
6.Scan tulang pada pasien dengan gejala metastasis tulang, atau peningkatan serum alkali fosfatase
7. CT scan abdomen pada pasien dengan tes fungsi hati yang abnormal atau dicurigai adanya metastasis hati
8. CT scan dada ketika foto thoraks tidak normal atau dicurigai adanya metastasis ke paru-paru
MRI dan CT scan sangat berguna dalam menegakkan diagnosis dari nasofaring, seperti juga dalam perencanaan pengobatan radioterapi. Namun, MRI adalah tehnik pencitraan dalam evaluasi staging karsinoma nasofaring.

STADIUM

Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
(Union Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :1,2,3
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak

N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral,
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.

M = Metastase, menggambarkan metastase jauh
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I T1 N0 Mo
Stadium II T2 N1 M0
Stadium III T3 N2 M0
Stadium IV Tiap T N3 M0
Stadium V Tiap T N3 M1

Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak
dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf kranial
(atau keduanya).


PENDEKATAN TERAPI

Karena lokasi anatomi dan kecenderungan untuk metastasis kelenjar limfe bilateral dan keterlibatan kelenjar retropharyngeal lateral Rouviere, yang biasanya tidak dapat direseksi, karsinoma nasofaring ditangani dengan radioterapi. Kelenjar limfe cervikalis metastase dari karsinoma nasofaring, bahkan ketika ukurannya besar,karsinoma nasofaring sangat radioresponsive. Pada pasien dengan metastasis jauh, radioterapi dapat digunakan sebagai terapi paliatif yang signifikan. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting Kemoterapi digunakan sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyatadapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.1
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.

Sinar untuk radioterapi

Sinar yang dipakai untuk radioterapi adalah :
1. Sinar Alfa
Sinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti atom. Inti atom terdiri
dari proton dan neutron. Sinar ini tidak dapat menembus kulit dan tidak
banyak dipakai dalam radioterapi.
2. Sinar Beta
Sinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan oleh zat radioaktif yang
mempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit terbatas, 3-5 mm.
Digunakan untuk terapi lesi yang superfisial.
3. Sinar Gamma
Sinar gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat
menembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energi yang
menimbulkan sinar itu. Makin tinggi energinya atau makin tinggi voltagenya,
makin besar daya tembusnya dan makin dalam letak dosis maksimalnya.1

Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis
histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita
juga dipersiapkan secara mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga
keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini, tujuan
pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode pengobatan.
Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak. Penderita
dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak diperbolehkan
untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti
obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai
sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak
boleh kurang dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan
trombosit 100.000 per uL.3,121

Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjamin
berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer
dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getah
bening regional.3,12
Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari :1
1. Seluruh nasofaring
2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput
3. Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus
dan foramen jugularis lateral.
5. Setengah belakang kavum nasi
6. Sinus etmoid posterior
7. 1/3 posterior orbit
8. 1/3 posterior sinus maksila
9. Fossa pterygoidea
10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan
supraklavikular.3
Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan
orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasar
tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak
di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan
maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mental
dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila ditemukan limfadenopati
servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar sub maksila.1
Teknik Radioterapi

Ada 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu :1,2
1. Radiasi Eksterna / Teleterapi
Sumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan di luar
tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. Besar energi yang
diserap oleh suatu tumor tergantung dari :
a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi
b. Jarak antara sumber energi dan tumor
c. Kepadatan massa tumor.
Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad
per kali, dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu
untuk pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu
4-6 minggu.

2. Radiasi Interna / Brachiterapi1
Sumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor di
dalam rongga tubuh. Ada beberapa jenis radiasi interna :
a. Interstitial
Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor, misalnya
jarum radium atau jarum irridium.
b. Intracavitair
Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :
- After loading
Suatu aplikator kosong dimasukkan ke dalam rongga tubuh ke
tempat tumor. Setelah aplikator letaknya tepat, baru dimasukkan
radioisotop ke dalam aplikator itu.
- Instalasi
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misal :
pleura atau peritoneum.
3. Intravena
Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya yang disuntikkan
IV akan diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.

Dosis radiasi
Ada 2 jenis radiasi, yaitu :1,2
1. Radiasi Kuratif
Diberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali pada penderita
dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB leher
dan supra klavikular. Dosis total radiasi yang diberikan adalah 6600-7000
rad dengan fraksi 200 rad, 5 x pemberian per minggu.
Setelah dosis 4000 rad medulla spinalis di blok dan setelah 5000 rad
lapangan penyinaran supraklavikular dikeluarkan.

2. Radiasi Paliatif
Diberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal.
Dosis radiasi untuk metastasis tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x
per minggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi terbatas pada
daerah kambuh.

KOMPLIKASI RADIOTERAPI
Komplikasi radioterapi dapat berupa :1,2
1. Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :
- Xerostomia - Mual-muntah
- Mukositis - Anoreksi
- Dermatitis
- Eritema
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
- Kontraktur
- Gangguan pertumbuhan
- dll

KESIMPULAN
1. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling
banyak dijumpai.
2. Radioterapi merupakan pengobatan pilihan untuk karsinoma nasofaring terutama
untuk stadium I dan II.
3. Radioterapi mempunyai komplikasi terhadap jaringan disekitar tumor.

Sunday, May 16, 2010

RETINOPATI DIABETIK

A. PENDAHULUAN

Menjelang tehun 2010, penderita diabetes melitus diestimasikan mencapai 221 million. Belakangan ini, estimasi 2,3 million akan menderita kebutaan sebagai akibat dari penyakit diabetes mellitus. Diabetes melitus adalah suatu bentuk kelainan metabolik dimana terjadi kegagalan dalam penggunaan glukosa sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut hiperglikemia. Jika hiperglikemia berlanjut dalam jangka waktu yang lama, maka secara signifikan akan menyebabkan perubahan patologi yang luas terutama pada retina, otak dan juga ginjal. Komplikasi pada mata dapat berupa abnormalitas kornea, glaucoma, neovaskularisasi iris. Katarak dan neuropati. Gangguan yang paling sering dan paling bisa mengakibatkan kebutaan adalah retinopati diabetik.1,2,3,4
Retinopati diabetik merupakan komplikasi penyakit diabetes mellitus yang paling ditakuti. Retinopati diabetik merupakan penyebab utama kebutaan di Negara-negara barat. Karena insidensnya yang cukup tinggi dan prognosanya yang kurang baik bagi penglihatan. Meskipun dapat dihindari dengan mengontrol kadar gula darah dan melakukan deteksi dini jika ada kelainan pada mata.3,4

B. DEFINISI
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang bukan disebabkan oleh proses radang. Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.3


C. EPIDEMIOLOGI
Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan pada sekitar 2,5 juta dari 50% penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik adalah satu dari empat kasus kebutaan yang paling banyak terjadi di amerika. Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat. Biasanya mengenai penderita berusia 20-64 tahun sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes selama 17-25 tahun. Di Inggris, retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien berumur 30-65 tahun. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas1,3
Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah perjalanan penyakit sistemik ini. Hasil-hasil serupa diabetes tipe II (nonindependen insulin), tetapi pada para pasien ini onset dan lama penyakit telah ditentukan secara tepat. Dianjurkan pasien diabetes mellitus tipe I dirujuk untuk pemeriksaan oftalmologi dalam tiga tahun setelah diagnosis dan diperiksa ulang paling sedikit sekali setahun3,6

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Ia berasal dari divertikulum otak bagian depan (proenchephalon). Pertama-tama vesikel optik terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk Sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proenchephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.3
Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar, retina terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optca retinae) dan lapisan non-fotoresptor atau lapisan epitel pigmen (retinal pigmen epithelium/RPE). Lapisan RPE merupakan suatu lapisan sel berbentuk heksagonal,berhubungan langsung dengan pigmen pada pars plana dan ora serrata. Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapisan sel transparan dengan ketebalan antara 0,4 mm berdekatan dengan nervus optikus sehingga 0,15 mm berdekatan ora serrata. Di tengah-tengah macula terdapat fovea yanhg berada 3 mm di bagian temporal dari margin temporal nervus optikus.5
Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm. ia merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang utama. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari koroid. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.5

Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan dari luar ke dalam: 8
1.Lapisan epitel pigmen
2.Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3.Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4.Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5.Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6.Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7.Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8.Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9.Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10.Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Macula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam.3,5

E. KLASIFIKASI
Secara klinis retinopati diabetic dikalisifikasikan ke dalam dua tingkatan umum yaitu3,5,6,9
1. retinopati diabetic non-proliferatif
2. retinopati diabetic proliferatif
Non proliferative diabetic retinopathy (NPDR)
NPDR memiliki karakteristik mikroangiopati intraretinal yang ditandai oleh degenerasi perisit intramural dari kapiler retina, mikroaneurisma, oklusi dan dilatasi kapiler, meningkatnya permeabilitas sehingga terjadi kebocoran plasma dan edema retina (hard exudates) serta perdarahan titik dan bercak. Retinopati diabetes merupakan cerminan klinik dari hipermebilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisme, sedangkan vena-vena mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Dapat terjadi perdarahan disemua lapisan retina. Perdarahan akan berbentuk seperti nyala api karena lokasinya di dalam sel saraf yang berorientasi horizontal sedangkan perdarahan berbentuk titik atau bercak terletak dilapisan retina yanhg lebih dalam, tempat sel-sel dan akson berorientasi vertical.1,3


Edema macula adalah penyebab tersering gangguan penglihatan pada pasien retinopati diabetic nonproliferatif. Edema terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada tingkat endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina di sekitarnya. Edema dapat bersifat local atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisme dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat dan kuning kaya-lemak berbentuk bundar disertai kumpulan mikroaneurisme dan paling sering berpusat di bagian temporal macula. Walaupun prevalensi macula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai suatu keseluruhan, terdapat peningkatan mencolok prevalensi tersebut pada mata yang mengalami retinopati berat.1,3
Pada sumbatan mikrovaskuler progresif dapat timbul tanda-tanda peningkatan iskemia pada gambaran retinopati yang menjadi latar belakangnya dan menghasilkan gambaran klinis retinopati diabetes praproliferatif. Temuan yang paling khas adalah bercak-bercak cotton-wool, timbulnya gambaran manik-manik pada vena retina dan pelebaran segmental ireguler jaring kapiler retina(kelainan mikrovaskuler intraretinal). Penutupan kapiler-kapiler retina yang mengelilingi zona fovea yang avaskuler dapat menyebabkan iskemia bermakna yang secara klinis bermanifestasi sebagai perdarahan macula halus mirip benang. Disfungsi penglihatan dan elektrofisiologik yang berkaitan dengan diabetes mungkin terjadi sebagai akibat kelainan vaskuler local dan efek metabolic sistemik penyakit yang mengenai retina.3
Lesi pada retina pada stadium ini adalah dalam lingkungan retina dan termasuk mikro-aneurisme, perdarahan kecil ’dot dan blot’, perdarahan ‘splinter’ abnormalitas intraretinal mikrovaskuler (IRMA) dan bercak ‘cotton wool’. Pembagian NPDR berdasarkan laporan dari penelitian terhadap penatalaksanaan retinopati diabetic dini (Early Treatment diabetic Retinopathy Study Report) adalah sebagai berikut:2,5

a.NPDR ringan : hanya jika dijumpai sedikitnya satu mikroaneurisme
b.NPDR sedang : jika terjadi perdarahan dan atau mikroaneurisme diertai soft exudates, pelebaran vena dan abnormalitas mirovaskular intraretinal.
c.NPDR berat; jika perdarahan atau mikroaneurisma terjadi pada seluruh 4 kuadran retina, pelebaran vena dua atau lebih kuadran serta abnormalitas mikrovaskular intraretinal pada sedikitnya satu kuadrant.
d.NPDR sangat berat, jika ditemukan dua atau lebih dari point di atas.

Proliferative diabetic retinopathy (PDR)
PDR ditandai oleh adanya neovaskularisasi, perdarahan vitreus, proliferasi fibrovaskuler dan dapat juga terjadi komplikasi ablasio retina. Retinopati diabetes proliferative merupakan penyulit yang paling parah. Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuliuh-pembuluh halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi sering terletak di permukaan diskus dan di tepi posterior zona perifer “non perfusi”. Pembuluh-pembuluh rapuh yang berproliferasi ke permukaan posterior korpus vitreum akan menjadi meninggi apabila korpus vitreum mjulai berkontraksi menjauhi retina. Apabila darah keluar dari pembuluh tersebut perdarahan korpus vitreum massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak.2,3,5,6
Pembagian PDR berdasarkan laporan dari penelitian terhadap penatalaksanaan diabetik dini (Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Report, EDTR) adalah sebagai berikut: 2,10
1.PDR dini; jika hanya ditemukan neovaskularisasi
2.PDR resiko tinggi (high risk PDR) ; jika ditemukan neovaskularisasi pada lebih 1/3 – 1/2 diskus, atau neovaskularisasi pada diskus dan perdarahan vitreus atau preretina, atau neovaskularisasi diluar disc yang disertai perdarahan vitreus atau preretina.

Pada tipe proliferatif terjadi neovaskularisasi terutama di daerah dekat lempeng optik (neovascularisation of the disc [NVD]) atau pada pembuluh retina utama selebar tiga lempeng optik (neovascularisation elsewhere [NVE]). Selain itu terdapat perdarahan preretina atau vitreous, perdarahan preretina umumnya terjadi di antara retina dengan permukaan hyaloid posterior. Ketika darah berkumpul di daerah ini, kenampakannya menyerupai perahu boat. Sedangkkan perdarahan vitreous dapat muncul sebagai kabut difus atau berupa gumpalan darah dalam gel.2,4,5

Perbedaan antara NPDR dan PDR
Stadium retinopati Perubahan Retina
NPDR
•Mikroanerisme
•Perdarahan intraretinal
•Deposit lemak pada retina (hard eksudate)
•Udem retina
•Perdarahan vereous
•Cotton wool spots (infark verous dengan soft eksudatea)
•Anomali mikrovaskuler intraretinal
PDR
•Neovaskularisasi preretinal
•Perdarahan vitreous
•Pelepasan retina secara traksi (akibat traksi vitreous scarring)
•Rubeosis iridis (neovaskularisasi pada iris yang bisa memperkecil sudut BMD, ini mengakibatkan resiko terjadinya glaucoma sekunder akut sudut tertutup

F. PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya gangguan mikrovaskular pada diabetes belum diketahui. Dipercayai bahwa paparan terhadap hiperglikemia selama suatu periode yang cukup lama menyebabkan terjadinya beberapa perubahan biokimiawi dan fisiologis yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel vascular. Retinopati diabetic merupakan mikroangiopati sebagai akibat dari gangguan metabolic, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemia. Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu, mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversible dari molekul glukosa dengan protein badan yang disebut glikosilase dari protein.11
Dalam keadaan normal, glikosilase ini hanya berkisar 409%, sedang pada penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran di daerah sirkulasi kecil kemudian di susul dengan gangguan pada sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diperdarahinya.8
Enam dasar proses patofisiologi yang berperan dalam pembentukan retinopati diabetic adalah sebagai berikut:3
1.Hilangnya fungsi perisit dari kapiler retina
2.Melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk mikroaneurisme
3.Oklusi kapiler retina dan arteriole
4.Pecahnya pembuluh darah retina dengan peningkatan permeabilitas kapiler retina
5.Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa
6.Kontraksi vitreus dan proliferasi jaringan ikat dapat menyebabkan perdarahan vitreus dan ablasio retina

G. TANDA DAN GEJALA KLINIK
Retinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina. 8
•Mikroaneurisme, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat dengan pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisme merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata.
•Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisme di polus mikroaneurisma di polus posterior. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas kapiler atau karena pecahnya kapiler.
•Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya irregular dan berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sekurlasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
•Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarnya khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan.
•Soft exudates yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaam oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanhya terletak di bagian tepi dan dihubungkan dengan iskemia retina
•Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam kelompok dan irehuler bentuknya. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetik.
•Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula sehingga sangat menganggu penglihatan pasien.

H. FAKTOR RISIKO RETINOPATI DIABETIK
1.Control diabetic. The Diabetes Control and Complications trial (DCCT) menunjukkan bahwa pada DM tipe I yang insulin dependen, pengontrolan status metabolic akan mengurangkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan memperlambat onset retinopati pada pasien yang belum mempunyai perubahan pada retina pada saat. The United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) juga telah mengkonfirmasi bahwa pengontrolan kadar glukosa pada diabetic tipe II yang non-insulin dependen juga mempunyai keuntungan dalam memperlambat onset terjadinya retinopati
2.Hipertensi. Ada laporan yang mengatakan bahwa tekanan darah diastolic yang tinggi pada individu yang muda dan tekanan darah sistolik yang tinggi pada individu yang tua bisa memperburuk retinopati.
3.Kehamilan pada wanita bisa dikaitkan dengan bertambahnya parahnya retinopati.
4.Hiperlipidemia. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kolesterol yang tinggi dalam serum dan atau trigliserida adalah factor resiko signifikan untuk retinopati. Walaubagaimanapun, belum ada penemuan yang bisa mengaitkan terapi penurunan serum lipid mempunyai hubungan dengan retinopati.
5.Umur. Pada individu dengan onset diabetic pada usia muda, retinopati diabetic jarang pada usia dibawah 13 tahun. Onset pubertas bisa mempengaruhi retinopati, walaupun durasi diabetic merupakan factor yang signifikan. Pada individu dengan onset diabetes yang lambat, didapatkan peningkatan frekuensi retinopati pada individu yang berusia dibawah 50 tahun.

I. DIAGNOSIS
Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :6,12,13
1.Anamnesis
Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan yang terjadi secara perlahan-lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya kelainan.
2.Pemeriksaan Fisis
-Tes ketajaman penglihatan
-Dilatasi pupil
3.Pemeriksaan Penunjang
-Funsus flourescein angiography
-Pemotretan dengan memakai film berwarna
-Oftalmoskopi
-Slit lamp biomicroscopy
-Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang menyerupai ultrasound yang digunakan untuk mengukur tekanan intraocular.
-Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk deteksi dini penyakit mata termasuk retinopati diabetik.

J. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :1,2
1.Kontrol glukosa darah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga progresivitasnya
2.Kontrol tekanan darah
3.Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
4.Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetic. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan jjuga untuk beberapa tipe makulopati.
Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, factor vasoformatif pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-retinal.3,11

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:5,14
•Perdarahan vitreus body
•Ablasio retina

L. PROGNOSIS
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.9
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.1

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

PENDAHULUAN

Secara garis besar , hewan-hewan darat mampu hidup di tanah yang keringtanpa bergantung pada laut karena adanya ginjal, organ yang bersama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengatur fungsinya, terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume dan komposisi elektrolit CES. Dengan menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang akan disimpan di dalam tubuh atau dikeluarkan melalui urin, ginjal mampu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit di dalam rentan yang sangat sempit yang cocok bagi kehidupan. Jika terdapat kelebihan air atau elektrolit tertentu di CES, misalnya garam(NaCl), ginjal dapat mengeleminasi kelenihan tersebut dalam urin. Jika terjadi kekurangan, ginjal sebenarnya tidak dapat memberi tambahan konstituen yang kurang tersebut tetapi dapat membatasi kehilangan zat tersebut melalui urin.1

Selain berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, ginjal juga merupakan jalan penting untuk mengeluarkan berbagai zat sisa metabolic yang toksik dan senyawa-senyawa asing dari tubuh. Zat-zat sisa ini tidak dapat dikeluarkan dalam bentuk padat,mereka harus dieksresikan dalam bentuk larutan, sehingga ginjal harus menghasilkan minimal 500 ml urin bersi zat sisa perharinya. Ginjal tidak saja mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam ingesti H2O,garam dan elektrolit lain, tetapi organ ini juga melakukan penyesuaikan dalam pengeluaran konstituen-konstituen CES ini melalui urin untuk mengkompensasi p[engeluaran abnormal misalnya melalui keringat berlebihhan,muntah,diare atau perdarahan. Dengan demikian,komposisi urin sangat bervariasi karena ginjal melakukan penyesuaian terhadap perubahan pemasukan atau pengeluaran berbagai bahan sebagai usaha untuk mempertahankan CES dalam batas-batas sempit yang cocok untuk kehidupan.1
Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :1,3,4,5
1.Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2.Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na+, Cl-,K+,HCO3-,Ca++,Mg++,SO4=,PO4- dan H+. bahkan fluktuasi minor pada konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar.
3.Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O.
4.Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5.Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6.Mengeksresikan(eliminasi) produk produk sisa dari metabolism tubuh, mkisalnya urea,asam urat, dan kreatinin
7.Mengeksresikan banyak senyawa asing misalnya obat, zat penambah makanan,peptisida dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh.
8.Mengeskresikan eritropoitin, suatu hormone yang dapat merangsang pembentukan sel darah merah
9.Mensekresikan rennin,suatu hrmon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10.Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

ANATOMI

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter 6.

Letak
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. Ginjal memiliki kapsul fibrosa sendiri dan dikelilingi oleh lemak perinefrik yang akhirnya dilapisi oleh fasia renalis. Hilus ginjal terletak di medial dan dari depan ke belakang merupakan tempat lewat v. renalis,a.renalis,pelvis ureter,dan pembuluh limfe serta nervus vasomotor simpatis. 6,7,8

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.7

Sirkulasi
Arteri renalis berasal dari aorta setinggi L2 bersama-sama,a.renalis mengarahkan 25% curah jantung ke ginjal. Tiap a.renalis terbagi menjadi lima aa.segmental pada hilus,yang pada gilirannya terbagi secara sekuensial menjadi cabang-cabang lobaris,interlobaris,arkuata,dan kortikal radial. Cabang kortikal radial bercabang lagi menjadi arteriol aferen yang memasok darah ke glomeruli dan melanjutkan sebagai arteriol eferen. Tekanan yang berbeda antara arteriol aferen dan eferen menghasilkan ultrafiltrasi yang kemudian melewati,dan diubah oleh nefron,untuk menghasilkan urin. A.renalis dekstra lewat di belakang IVC. V.renalis sinistra panjang karena lewat di depan aorta dan mengalir menuju IVC5,6


Nefron
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen3,5,6,7

Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:6
1.kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2.lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3.selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat glomerular.6
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal. Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.6
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.6

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:6
•tubulus penghubung
•tubulus kolektivus kortikal
•tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.6


FISIOLOGI GINJAL

Mekanisme pembentukan urin
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin,proses tersebut berupa filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman, proses ini yang dikenal sebagai filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrate glomerulus. Pada saat filtrate mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan bahan yang bersifat selektif dari bagian dalam tubulus(lumen tubulus) kedalam darah ini disebut sebagai reabsorbsi tubulus. Zat zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke system vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpindah dari plasma ke dalam lumen tubulus melalui filtrasi glomerulus/ namun hanya sekitar bowman, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Eksresi urin mengacu pada eliminasi zat zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu proses terpisah, tetapi merupakan hasil dari ketiga proses utama. Semua konstituen plasma yang mencapai tubulus yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi akan tetap berada dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk disekresikan sebagai urin.1,

A.Filtrasi Glomerulus
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus kedalam kapsul bowman harus melewati tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu:1
1.Dinding kapiler glomerulus
2.Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membrane basal
3.Lapisan dalam kapsul bowman.
Secara kolektif ketiga lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekul halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma tetapi melewatkan H2O dan zat terlarut lainnya.1
Faktor yang berperan dalam Filtrasi
untuk melaksanakan filtrasi glomerulus harus terdapat suatu gaya yang mendorong sebagian plasma dalam glomerulus menembus lubang-lubang membrane glomerulus. Dalam perpindahan cairan tidak terdapat mekanisme transportasi aktif atau pemakaian energy local tetapi disebabkan oleh gaya-gaya fisik pasif yang mirip dengan gaya yang terdapat di kapiler tubuh lainnya. Kecuali dua perbedaan penting yaitu kapiler glomerulus jauh lebih permeable dibandinkan dengan kapiler di tempat lain dan keseimbangan gaya-gaya di kedua sisi membrane glomerulus sehingga filtrasi berlangsung di keseluruhan panjang kapiler. Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus yaitu :1,4
1.Tekanan darah kapiler glomerulus
2.Tekanan osmotic koloid plasma
3.Tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus yang akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus, diperkirakan bernilai rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi dari pada tekanan darah kapiler di tempat lain. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul bowman. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus mendorong filtrasi kedua gaya lain yaitu tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman melawan filtrasi. Tekanan osmotik koloid plasma sekitar 30 mmHg ditimbulkan oleh distribusi protein protein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membrane glomerulus. Cairan di dalam kapsul bowman menimbulkan tekanan hidristatik yang diperkirakan sekitar 15 mmHg yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul bowman.

dengan tekanan yang rendah menyebabkan adanya proses filtrasi dan reabsorbsi
Dikutip dari kepustakaan 3
Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
Terdapat ketidakseimbangan gaya gaya yang bekerja melintasi glomerulus. Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55 mmHg, dan jumlah total gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto. Laju filtrasi glomerulus bergantung tidak saja pada tekanan filtrasi netto tapi juga pada luas permukaan glomerulus dan seberapa permeabelnya membrane glomerulus. Sifat-sifat membrane glomerulus ini disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf). dengan demikian1,3
GFR = Kf x tekanan filtrasi netto

Pengontrolan GFR
Tekanan filtrasi netto yang bertanggung jawab menginduksi filtrasi glomerulus ditimbulkan oleh ketidakseimbangan gaya gaya fisik yang saling bertentangan antara plasma kapiler glomerulus dan cairan kapsul bowman, perubahan pada salah satu dari gaya fisik ini akan mempengaruhi GFR. Berbeda dengan tekanan darah kapiler glomerulus yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan GFR dalam memenuhi kebutuhan tubuh. GFR dikontrol oleh dua mekanisme yang dapat menyesuaikan aliran darah glomerulus dengan mengatur kaliber dan resistensi arteriol aferen.keduanya adalah otoregulasi dan control simpatis ekstrinsik1.
Otoregulasi GFR
Ginjal dapat, dalam batas batas tertentu, mempertahankan aliran darah kapiler glomerulus yang konstan walaupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan mengubah tekanan arteri caliber arteriol aferen, sehingga resistensi terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab melaksanakan respon otoregulasi ini masih belum sepenuhnya dipahami. Saat ini diperkirakan dua mekanisme yaitu mekanisme miogenik dan mekanisme umpan balik tubule-glomerulus.1

1.Mekanisme miogenik
Otot polos vaskuler arteriol berkontraksi secara inheren sebagai respons terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan demikian arteriol aferen secara otomatis berkonstriksi sendiri jika teregang karena tekanan arteri meningkat. Respon ini membatasi aliran darah ke dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri meningkat. Sebaliknya arteriol aferen yeng tidak teregang akan melemas sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningkat walaupun terjadi penurunan tekanan arteri1

2.Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus
Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu kombinasi khusus sel-sel tubulus dan vaskuler di daerah nefron tempat tubulus. Sel-sel macula densa mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam tubulus yang melewati mereka. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi akan mencapai tubulus distal lebih banyak dari pada normal. Sebagai respon sel sel macula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari apparatus jukstaglomerulus yang kemudian menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia berhasil di identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan sebagian lainnya vasodilator (bradikinin) tetapi kontribusi mereka masih perlu ditentukan lebih lanjut. Melalui apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron mampu memantau laju perpindahan cairan didalamnya dan menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing-masing.1
Kontrol Simpatis Ekstrinsik GFR
Selain mekanisme otoregulasi intrinsic yang dirancang untuk menjaga agar GFR konstan,GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja oleh mekanisme control ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Control ekstrinsik atas GFR, yang diperantarai oleh masukan system saraf simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mangetur tekanan darah arteri, system saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal. Jika volume plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis yang mengawali reflex saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Respons reflex ini dikoordinasikan oleh pusat control kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluih darah. GFR berkurang akibat respons reflex baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokonstriksi yang di induksi oleh system simpatis di sebagian besar arteriol tubuh sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan resistensi perifer total. Sebaliknya jika tekanan darah meningkat, baroreseptor akan mendeteksi peningkatan tekanan darah, aktivitas vasokonstriktor simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arteriol aferen secara reflex berkurang sehingga terjadi vasodilalatasi arteriol. Karena darah yang masuk ke glomerulus malalui arteriol aferen yang berdilatasi lebih banyak, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat dan GFR juga meningkat.1

B.Reabsorbsi Tubulus
Reabsorbsi tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Setiap bahan yang direabsorbsi adalah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Tubulus memilik ketebalan satu lapisan sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus di dekatnya. Untuk dapat direabsorbsi suatu bahan harus harus melewati lima sawar terpisah1
1.Bahan tersebut harus meninggalkan cairab tubulus dengan melintasi membrane luminal sel tubulus
2.Bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
3.Bahan tersebut harus menyebrangi membrane basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium
4.Bahan tersebut harus berdifusi melintasi cairan interstisium
5.Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah
Keseluruhan langkah langkah tersebut dikenal sebagai transportasi transepitel.
Reabsorbsi Natrium
reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Delapan puluh persen dari kebutuhan energy total ginjal digunakan untuk transportasi Na+.1
1.Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa, asam amino,H2O,Cl-, dan urea
2.Reabsorbsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-, berperan penting dalam kemampuan ginjal menhasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan untuk menyimpan atau membuang H¬2O
3.Reabsorbsi natrium di bagian distal nefron bersifat variable dan berada di bawah control hormone, menjadi penting dalam mengatur volume CES. Reabsorbsi tersebut juga berkaitan dengan sekresi K- dan H+
Langkah aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan transport akif Na+K+ATPase yang terletak di membrane basolateral sel tubulus. transport ini merupakan pembawa yang sama dengan yang terdapat di semua sel dan secara aktif megeluarkan Na+ dari sel. Ginjal mensekresikan hormone renin sebagai respons terhadap penuruna NaCl,volume CES, dan tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I,kemudian dengan angiotensin converting enzim yang diproduksi di paru angiotensin I diubah menjadi angiotensin II yang dapat merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormone aldosteron yang dapat merangsang reansorbsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul melalui dua cara sebagai berikut :1
1. Mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membrane luminal sel tubulus distal dan pengumpul sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel.
2. Menginduksi sintesis pembawa Na+K+ATPase yang disisipkan ke dalam membrane basolateral sel-sel tersebut.
Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorbsi Na+. Ion klorida mengikuti secara pasif sesuai gradient listrik yang tercipta oleh reabsorbsi aktif Na+.1
Reabsorbsi Glukosa
Sejumlah besar molekul organic yang mengandung nutrisi misalnya glukosa dan asam amino difiltrassi setiap harinya karena zat zat ini secara normal direabsorbsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang bergantung energy dan Na+ yang terletak di tubulus proksimal. Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalh 100 mg glukosa/100 ml plasma. Glukosa dan asam amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder . gradient konsentrasi Na+ lumen ke sel-sel yang diciptakan oleh pompa Na+K+ATPase basolatreal yang memerlukan energy ini mengaktifkan system kontransportasi ini dan menarik molekul molekul organic melawan gradient konsentrasi mereka tanpa secara langsung menggunakan energy. Pada dasarnya glukosa dan asam amino mendapat tumpangan gratis dari proses reabsorbsi Na+ yang mengunakan energi.1
Reabsorbsi urea
Reabsorbsi pasif urea juga secara tidak langsung berkaitan dengan reabsorbsi aktif Na+. reabsorbsi H2O yang diinduksi secara osmotic di tubulus proksimal yang sekunder terhadap reabsorbsi aktif Na+ menimbulkan gradient konsentrasi untuk urea yang mendorong reabsorbsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Namun jumlah urea yang terdapat di dalam 125 ml cairan filtrasi di permulaan tubulus proksimal mengalami pemekatan hamper tiga kali lipat, akibatnya konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi urea dalam plasma kapiler-kapiler di sekitarnya. Dengan demikian tercipta gradient konsentrasi agar urea secara pasif berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus1

C.Sekresi tubulus
Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akann dieliminasi di urin. Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepitel seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Seperti reabsorbsi, sekresi dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah ion H+,ion K+, serta anion dan kation organic yang banyak diantaranya adalah senyawa-senyawa asing bagi tubuh. Sekresi ion kalium ditubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorbsi Na+ melalui pompa Na+K+ basolateral yang bergantung energy. Pompa ini tidak saja memindahkan Na+ ke luar keruang lateral tetapi juga memindahkan K+ ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong difusi K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus lumen membrane luminsal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ yang terdapat di sawar tersebut. Beberapa factor mampu mengubah kecepatan sekresi K+,yang paling penting adalah hormone aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oles sel sel tubulus di bagian akhir nefron secara simukltan untuk meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh sel-sel tersebut. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan keluaran aldosteronnya, yang kemjudian mendorong sekresi dan eksresi kelebihan K+ . Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+ plasma menyebabkan reduksi sekresi aldosteronh sehingga sekresi K+ oleh ginjal yang dirangsang oleh aldosteron juga berkurang.1

D.Eksresi dan pemekatan urin
Biasanya dari 125 ml plasma yang difiltrasi permenit,124 ml/menit direabsorbsi, sehingga jumlah akhir urin yang terbentuk rata-rata adalah 1 ml/menit. Dengan demikian urin yang dieksresikan perhari adalah 1,5 liter dari 180 liter yang difiltrasi. Urin mengandung berbagai produk sisa dengan konsentrasi tinggi ditambah sejumlah bahan, dengan jumlah bervariasi yang diatur oleh ginjal dan kelebihan akan dikeluarkan melalui urin. Osmolaritas CES bergantung pada jumlahh relative H2O dibanding dengan zat terlarut. Secara umum,osmolaritas CES sama di seluruh tubuh. Ginjal tidak dapat mengeksresi urin dengan konsentrasi yang lebih tinggi atau lebih remdah dari pada cairan tubuh. Pada cairan intertisium medulla kedua ginjal terdapat gradien osmotic vertikel besar. Konsentrasi cairan intertisium secara progresif meningkat dari batas korteks turun ke kedalamn medulla ginjal sampai mencapai maksimum 1.200mosm/l pada manusia ditaut dengan pelvis ginjal. Gradient osmotic vertical ini bersifat konstan tanpa bergantung pada keseimbangan cairan tubuh. Adanya gradient ini memungkinkan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi antara 100 sampai 1.200 mosm/l1
Tidak seperti tubulus proksimal, bagian awal tubulus pengumpul bersifat impermeable terhadap urea. Akibatnya,urea secara progresif lebih pekat di segmen ini karena H2O direabsorbsi oleh keberadaan vasopressin. Urea tidak dapat keluar mengikuti penurunan gradient konsentrasi karena segmen ini impermeable terhadap urea. Urea berdifusi keluar dibagian terakhir tubulus pengumpul mengikuti penurunan gradient konsentrasinya kedalam cairan intertisium dan bagian dasar lengkung henle karena segmen-segmen tubulus ini permeable terhadap urea. Vasopressin meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus pengumpul terhadap urea. Masuknya urea kedalam cairan intertisium ikut menentukan hipertonisitas medulla di medulla bagian dalam. Sewaktu cairan tubulus mengalir melalui pars ascendens dan tubulus distal, urea tidak dapat keluar karena segmen ini impermeable terhadap urea. Dengan demikian urea tidak dapat berdifusi keluar walaupun cairan melewati daerah dengan konsentrasi ura yang lebih rendah. Konsentrasi urea cairan tubulus semakin meningkat karena air direabsorbsi sewaktu cairan sekali lagi memasuki bagian awal tubulus pengumpul. Dengan demikian apabila terjadi sekresi vasopressin akibat deficit H2O, daur ulang urea ini secara progresif memekatkan urea di dalam vairan tubulus yang dieksresikan sebagai urin.1

Proses Berkemih
Setelah dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih,aliran urin di ureter tidak semata-mata bargantung pada gaya tarik bumi. Kontraksi peristaltic otot polos di dinding urethra juga mendorong urin bergerak maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus kandung kemih secara obliq, melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum bermuara di rongga kandung kemih. Susunan anatomis seperti ini mencegah aliran balik urin dari kandung kemih ke ginjal apabila terjadi peningkatan tekanan di kandung kemih. Berikut ini adalah skema reflex dan volunteer dalam proses berkemih.1

AKDR dengan Progestin

AKDR DENGAN PROGESTIN

A. PENDAHULUAN
Penggunaan AKDR merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau. Hipokrates menulis tentang teknik memasukkan batu-batu kecil ke dalam rongga rahim melalui suatu pipa yang dibuat dari timah untuk mencegah kehamilan. Pada tahun 1909 AKDR ini pertama kali diperkenalkan oleh Richter di Polandia yang terdiri atas 2 benang sutera yang tebal. Pada tahun 1930-an cincin Grafenberg mulai dipakai di Jerman yang merupakan pengembangan dari AKDR Richter juga. Cincin ini dibuat dari benang perak berupa spiral. Menurut Grafenberg, angka kehamilan dengan cincin perak ini hanya 1,6%(diantara 2000 kasus).
Pada tahun 1959 Opponheimer dan Ishimaka mengutarakan hasil-hasil yang memuaskan dengan cincin Grafenberg pada 1500 wanita dan cincin Ota pada 20.000 wanita jepang. Ota adalah dokter pertama yang menggunakan bahan plastik. Sejak itu banyak model baru yang dikembangkan antara lain oleh Lippes, Margulies, dan Birnberg. Berkat tersedianya antibiotika untuk mengendalikan infeksi, perbaikan desain AKDR, serta kesadaran yang meningkat akan perlunya pengendalian kesuburan, maka kini AKDR telah mendapat penerimaan yang luas di kalangan masyarakat. Setelah melalui AKDR generasi kedua yang mengira bahwa luas permukaan rongga uterus yang tertutup oleh AKDR itu adalah faktor utama (misalnya Dalkon Shield), kini kita telah berada pada AKDR generasi ketiga, contoh AKDR generasi kini ialah Copper T, Copper 7, Ypsilon-Y, Progestasert, Copper T3800A. Jenis AKDR yang mengandung hormon steroid adalah prigestase yang mengandung progesteron dan mirena yang mengandung Levonorgestrel.


B. MEKANISME KERJA
Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana kerja AKDR dalam mencegah kehamilan, namun ada beberapa mekanisme yang telah diajukan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma. Ada juga yang berpendapat bahwa timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik di dalam cavum uteri menyebabkan implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu dan produksi lokal prostaglandin yang meninggi menyebabkan terhambatnya implantasi serta pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi. Dari penelitian terakhir, disangka bahwa AKDR juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilisasi).
Berikut ini adalah mekanisme kerja AKDR yang mengandung hormon :
• Gangguan proses pematangan proliteratif–sekretoir sehingga timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi (endometrium tetap berada dalam fase desidual/ progestational).
• Lendir serviks yang menjadi lebih kental/ tebal karena pengaruh progestin.
• Endometrium mengalami transformasi yang ireguler,epitel atrofi sehingga mengganggu implantasi
• Mencegah terjadinya pembuahan dengan menghambat bersatunya ovum dengan sperma
• Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii
• Menginaktifkan sperma

Mekanisme kerja progesteron
Fungsi progesteron ialah menyiapkan endometrium untuk implantasi dan mempertahankan kehamilan. Disamping itu, progesteron juga mempunyai efek kontrasepsi sebagai berikut :
1. Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat, sehingga penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit
2. Kapasitasi sperma dihambat oleh progesteron. Kapasitasi diperlukan oleh sperma untuk membuahi sel telur dan menembus rintangan di sekeliling ovum
3. Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum dalam tuba akan terhambat
4. Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi. Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus luteum akan berkurang, sehingga implantasi dihambat
5. Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium

C. EFEKTIFITAS

Sangat efektif, yaitu 0,5-1 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun pertama penggunaan. Daya guna teoritis dan daya guna pemakaian hampir sama(1-5 kehamilan per 100 tahun-wanita). Kegagalan lebih rendah pada AKDR yang mengeluarkan tembaga atau hormon. Namun, angka ketidaklangsungan pemakaian tinggi: 20-40% tidak meneruskan pemakaian AKDR dalam tahun pertama. Rata-rata AKDR tetap dipakai selama 24 bulan. Satu hal yang jelas pada AKDR ialah jika telah cocok untuk beberapa tahun, angka ekspulsi dan pengangkatan oleh karena nyeri atau perdarahan menjadi sangat rendah. Ekspulsi lebih tinggi pada insersi 1-2 hari postpartum dan pada AKDR yang dipasang oleh mereka yang kurang terlatih.

D. MANFAAT AKDR

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh akseptor AKDR dengan progestin, manfaat tersebut dapat berupa manfaat kontrasepsi maupun non kontrasepsi.

Keuntungan kontrasepsi

• Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tahun)
• Tidak mengganggu hubungan suami istri
• Tidak berpengaruh terhadap asi
• Kesuburan segera kembali sesudah AKDR diangkat
• Efek sampingnya sangat kecil
• Memiliki efek sistemik yang sangat kecil

Keuntungan non kontrasepsi
• Mengurangi nyeri haid
• Dapat diberikan pada usia perimenopause bersamaan dengan pemberian estrogen,untuk pencegahan hiperplasia endometrium
• Mengurangi jumlah darah haid
• Sebagai pengobatan alternatif pengganti operasi pada perdarahan uterus disfungsional dan adenomiosis
• Merupakan kontrasepsi pilihan utama pada perempuan perimenopause
• Tidak mengurangi kerja obat tuberkulosis ataupun obat epilepsi, karena AKDR yang mengandung progestin kerjanya terutama lokal pada endometrium

E. KETERBATASAN AKDR

Selain manfaat yang telah diterangkan diatas AKDR juga mempunyai keterbatasan dan kekurangan, berikut ini adalah kekurangan dan keterbatasan dari AKDR dengan progestin
• Diperlukan pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi genitalia sebelum pemasangan AKDR
• Diperlukan tenaga terlatih untuk pemasangan dan pencabutan AKDR
• Klien tidak dapat menghentikan sendiri setiap saat, sehingga sangat tergantung pada tenaga kesehatan
• Pada penggunaan jangka panjang dapat tejadi amenorea
• Dapat terjadi perforasi uterus pada saat insersi (< 1/1000 kasus)
• Kejadian kehamilan ektopik relatif tinggi
• Bertambahnya risiko mendapat penyakit radang panggul sehingga dapat menyebabkan infertilitas
• Mahal
• Progestin sedikit meningkatkan risiko thrombosis sehingga perlu hati-hati pada perempuan perimenopause. Risiko ini lebih rendah bila dibandingkan dengan pil kombinasi
• Progestin dapat menurunkan kadar HDL-kolesterol pada pemberian jangka panjang sehingga perlu hati-hati pada perempuan dengan penyakit kardiovaskuler
• Memperburuk perjalanan penyakit kanker payudara
• Progestin dapat mempengaruhi jenis-jenis tertentu hiperlipidemia
• Progestin dapat memicu pertumbuhan mioma uterus

Yang boleh menggunakan AKDR dengan progestin
• Usia reproduksi
• Telah memiliki anak maupun belum
• Menginginkan kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk mencegah kehamilan
• Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi
• Pasca keguguran dan tidak ditemukan tanda-tanda radang panggul
• Tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi
• Sering lupa menggunakan pil
• Usia perimenopause dan dapat digunakan bersamaan dengan pemberian estrogen
• Mempunyai risiko rendah mendapat penyakit menular seksual
Yang tidak boleh menggunakan AKDR dengan progestin
• Hamil atau diduga hamil
• Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
• Menderita vaginitis,salpingitis,endometritis
• Menderita penyakit radang panggul atau pasca keguguran septik
• Kelainan kongenital rahim
• Mioma submukosa
• Rahim yang sulit digerakkan
• Riwayat kehamilan ektopik
• Penyakit trofoblas ganas
• Terbukti menderita penyakit tuberkulosis panggul
• Kanker genitalia/payudara
• Sering ganti pasangan
• Gangguan toleransi glukosa. Progestin menyebabkan sedikit peningkatan kadar gula dan kadar insulin

F. PEMASANGAN DAN PENCABUTAN

Waktu AKDR dengan progestin dipasang
• Setiap waktu selama siklus haid, jika ibu tersebut dapat dipastikan tidak hamil
• Sesudah melahirkan, dalam waktu 48 jam pertama pascapersalinan, 6-8 minggu, ataupun lebih sesudah melahirkan
• Segera sesudah induksi haid, pasca keguguran spontan, atau keguguran buatan, dengan syarat tidak terdapat adanya infeksi


Cara insersi AKDR

Pemasangan AKDR sewaktu haid akan mengurangi rasa sakit dan memudahkan insersi melalui kanalis servikalis. Periksa dalam dilakukan untuk menentukan bentuk, ukuran dan posisi uterus. Singkirkan kemungkinan kehamilan dan infeksi pelvik. Serviks dibersihkan beberapa kali dengan larutan antiseptik, misalnya dengan obat merah atau yodium. Kemudian dengan Inspekulo, serviks ditampilkan dan bibir depan serviks dijepit dengan cunam serviks. Penjepitan dilakukan kira-kira 2 cm dari ostium uteri eksternum, dengan cunam bergigi satu. Sambil menarik serviks dengan cunam serviks, dimasukkanlah sonde uterus untuk menentukan jarak sumbu kanalis servikalis dan uterus, panjang kavum uteri dan posisi ostium uteri internum. Tentukanlah arah ante-atau retroversi uterus. Jika sonde masuk kurang dari 5 cm atau kavum uteri terlalu sempit, insersi AKDR jangan dilakukan. Tabung penyalur dengan AKDR didalamnya dimasukkan melalui kanalis servikalis, sesuai dengan arah dan jarak yang didapat pada waktu pemasukan sonde. Kadang-kadang terdapat tahanan sebelum fundus uteri tercapai. Dalam hal demikian pemasangan diulangi. AKDR dilepaskan di dalam kavum uteri dengan cara menarik keluar tabung penyalur, atau dapat pula dengan mendorong penyalur ke dalam kavum uteri. Cara pertama agaknya dapat mengurangi perforasi oleh AKDR. Kemudian tabung dan penyalurnya dikeluarkan, filamen AKDR ditinggalkan kira-kira 2-3 cm.

Cara mengeluarkan AKDR
Pengeluaran AKDR lebih mudah jika dilakukan sewaktu haid. Pertama dilakukan Inspekulo, kemudian filamen ditarik perlahan-lahan, jangan sampai putus. AKDRnya akan ikut keluar perlahan-lahan. Jika AKDR tidak keluar dengan mudah, maka lakukanlah sondase uterus, sehingga ostium uteri internum terbuka. Sonde diputar 90% perlahan-lahan. Selanjutnya, AKDR dikeluarkan seperti diatas. Jika filamen tak tampak atau putus, maka AKDR dapat dikeluarkan dengan mikrokuret. Kadang-kadang diperlukan anastesi paraservikal untuk mengurangi rasa nyeri. Dilatasi kanalis servikalis dapat dilakukan dengan dilator atau batang laminaria. Indikasi pengeluaran AKDR ialah permintaan pasian, meno-metroragia, infeksi pelvik dan disparenia.

G. PENGAWASAN
Pengawasan ginekologik terhadap akseptor AKDR dilakukan 1 minggu dan 1 bulan sesudah pemasangan, kemudian setiap 3 bulan sekali. Pada setiap kali pengawasan dilakukan pemeriksaan ginekologik, dan efek samping dicari. Selain melihat filamen, diperhatikan pula perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada serviks. Dalam hal-hal yang mencurigakan, misalnya kemungkinan adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan usap vagina atau biopsi serviks. Jika filamen tidak tampak, singkirkanlah lebih dahulu kemungkinan kehamilan. Serviks dibersihkan dengan larutan antiseptik. AKDR diraba dengan sonde uterus. Jika AKDR tidak teraba, maka dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen anteroposterior dan lateral dengan sonde logam di dalam uterus. Dapat pula dilakukan pemeriksaan histerografi. Dan jika terdapat translokasi, pengeluaran AKDR dapat dilakukan dengan laparoskopi atau laparatomi.

H. PENANGANAN KEHAMILAN DENGAN AKDR in situ

Kira-kira 50% pasien yang hamil intrauterin dengan AKDR in situ akan mengalami abortus, 50% lainnya akan dapat hamil sampai aterm. Persalinan akan terjadi tanpa penyulit, baik pada ibu maupun pada anak. Pada sebagian golongan yang mengalami abortus spontan dapat terjadi septikemia dan syok septik. Oleh karena itu jika terdapat kehamilan intrauterin sedangkan pasien tidak menghendaki kehamilan itu, maka lebih baik dilakukan pengakhiran kehamilan. Jika pasien menghendaki kehamilannya diteruskan, sedangkan filamen tampak, maka dianjurkan untuk mengeluarkan AKDR perlahan-lahan. Apabila pengeluaran AKDR ini berhasil, kemungkinan terjadinya abortus spontan menjadi 25%.

I. KEADAAN YANG MEMERLUKAN PERHATIAN KHUSUS

1. Nyeri haid hebat
Dapat disebabkan oleh AKDR, klien perlu dirujuk. Umumnya terjadi pada permulaan pemakaian. Pada dasarnya progestin mengurangi nyeri haid
2. Riwayat kehamilan ektopik
Jelaskan kepada pasien tanda-tanda kehamilan ektopik dan bila ada segera mencari pertolongan di rumah sakit
3. Gejala penyakit katup jantung
Berikan antibiotik saat insersi AKDR. Bila anemia (Hb<9 g/dl), ganti dengan metode kontrasepsi lain
4. Menderita nyeri kepala atau migren
Paling sering ditemukan pada AKDR yang mengandung progestin. Bila sakitnya berat, rujuk klien dan cabut AKDR. Pada keluhan ringan cukup berikan analgetik (jangan berikan aspirin)
5. Penyakit hati aktif (virus hepatitis)
Sebaiknya jangan diberi AKDR yang mengandung progestin
6. Penyakit jantung
Sebaiknya jangan diberi AKDR yang mengandung progestin, karena progestin memnpengaruhi lipid dan vasokonstriksi
7. Stroke/riwayat stroke
Sebaiknya jangan diberi AKDR yang mengandung progestin
8. Tumor jinak maupun ganas pada hati
Progestin dapat memicu pertumbuhan tumor, sebaiknya jangan diberi AKDR dengan progestin
Peringatan khusus untuk pemakai AKDR dengan progestin
• Tidak datang haid disertai dengan keluhan mual dan nyeri payudara perlu dicurigai terjadinya kehamilan
• Nyeri perut bagian bawah perlu dicurigai kemungkinan terjadi kehamilan ektopik
• Kram/nyeri perut bagian bawah, terutama bila disertai dengan tidak enak badan, demam/menggigil perlu dicurigai kemungkinan terjadi infeksi panggul
• AKDR jenis ini tidak dapat melindungi diri dari penyakit hubungan seksual dan AIDS/HIV
J. EFEK SAMPING DAN PENANGANANNYA
• Amenorea
Pastikan hamil atau tidak. Bila klien tidak hamil, AKDR tidak perlu dicabut, cukup konseling saja. Salah satu efek samping menggunakan AKDR yang mengandung hormon adalah amenorea (20-50%). Jika klien tetap saja menganggap amenorea yang terjadi sebagai masalah, maka rujuk klien. Jika terjadi kehamilan kurang dari 13 minggu dan benang AKDR terlihat, cabut AKDR. Nasihatkan agar kembali ke klinik jika terjadi perdarahan, kram, cairan berbau, atau demam. Jangan mencabut AKDR jika benang tidak kelihatan dan kehamilannya lebih 13 minggu. Jika klien hamil dan ingin meneruskan kehamilannya tanpa mencabut AKDR-nya, jelaskan kepadanya tentang meningkatnya risiko keguguran, kehamilan preterm,infeksi, dan kehamilannya harus diawasi ketat
• Kram
Pikirkan kemungkinan terjadi infeksi dan beri pengobatan yang sesuai. Jika kramnya tidak parah dan tidak ditemukan penyebabnya, cukup diberikan analgetik saja. Jika penyebabnya tidak dapat ditemukan dan menderita kram berat, cabut AKDR, kemudian ganti dengan AKDR baru atau cari metode kontrasepsi lain
• Perdarahan yang tidak teratur dan banyak
Sering ditemukan terutama pada 3-6 bulan pertama. Singkirkan infeksi panggul atau kehamilan ektopik, rujuk klien bila dianggap perlu. Bila tidak ditemukan kelainan patologik dan perdarahan masih terjadi, dapat diberi ibuprofen 3x800 mg untuk satu minggu, atau pil kombinasi satu siklus saja. Bila perdarahan banyak beri 2 tablet pil kombinasi untuk 3-7 hari saja, atau boleh juga diberi 1,25 mg estrogen equin konyugasi selama 14-21 hari. Bila perdarahan terus berlanjut sampai klien anemia, cabut AKDR dan bantu klien memilih metode kontrasepsi lain


• Benang hilang
Periksa apakah klien hamil. Bila tidak hamil dan AKDR masih di tempat, tidak ada tindakan yang mesti dilakukan. Bila tidak yakin AKDR masih berada di dalam rahim dan klien tidak hamil, maka klien dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan rontgen/USG. Bila tidak ditemukan, pasang kembali AKDR sewaktu datang haid. Jika ditemukan kehamilan dan benang AKDR tidak kelihatan, lihat penanganan ‘amenorea’
• Cairan vagina/dugaan penyakit radang panggul
Bila penyebabnya kuman gonokokus atau clamydia, cabut AKDR dan berikan pengobatan yang sesuai. Penyakit radang panggul yang lain cukup di obati dan AKDR tidak perlu dicabut. Bila klien dengan penyakit radang panggul dan tidak ingin memakai AKDR lagi, berikan antibiotika selama 2 hari dan baru kemudian AKDR dicabut dan bantu klien untuk memilih metode kontrasepsi lain
KOLOSTOMI


PENDAHULUAN

Operasi kolostomi dilakukan untuk berbagai penyakit dan kondisi. Beberapa
kolostomi dilakukan karena keganasan (kanker). Pada anak-anak, yang mungkin
diciptakan dengan keadaan cacat semenjak lahir. kolostomi dapat bersifat sementara ataupun permanen. Beberapa kolostomi ada yang besar dan ada yang kecil. Beberapa berada di sisi perut sebelah kiri dan beberapa berada di perut sebelah kanan, dan ada juga beberapa di tengah-tengah. Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani, anatomosis baru dengan pasase feces merupakan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu untuk pengamanan anstomosis, aliran feces dialihkan untuk sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stoma laras ganda.1,2
Kolostomi tetap yang dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperianal menurut Quenu-Miles berupa anus preternaturalis benar. Esofagostomi, gastrostomi, yeyunostomi, dan sekostomi biasanya merupakan stoma sementara. Ileostomi dan kolostomi sering berupa stoma tetap. Kolostomi dapat berupa stoma kait (loop kolostoma) atau stoma ujung (end kolostoma). Pada kolostoma sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari, sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feces dari stomanya. Kolostoma pada kolon tranversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon tranversum tidak padat, sehingga lebih sulit diatur.2

ANATOMI DAN FISIOLOGI KOLON
Embriologi Dan Anatomi
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rektum berasal dari usus belakang.Lapisan otot longitudenal kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut tenia, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus yang disebut haustra. Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium.2

Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit. 2
Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak dibawah ketinggian promontorium, kira-kira 15 cm dari anus. Pertemuan ketiga tenia didaerah sekum menunjukkan pangkal apendiks bila apendiks tidak jelas karena perlengketan.Sekum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum didarahi oelh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kiloka dekstra, dan a.kolika media. Kolon tranversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan a.hemoroidalis superior.2
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Keduanya bermuara kedalam v.porta tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis. alran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Karena itu anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan diparu, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.2
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limf terdapat pada muskularis mikosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan dikelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada a.kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan kelenjar regional diregio inguinalis.2
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus.Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau diatas perut. Nyeri pada apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula dihipogastrium atau dibawah pusat dan nyeri perut.2
feses Memasuki rektum (2) dari kolon (1). Ada dua otot utama yang harus dilalui oleh feses untuk bisa keluar dari tubuh, yaitu muskulus sfingter internal dan muskulus sfingter eksternal (4). Muskulus sfingter internal yang bersifat involuntary. Secara otomatis akan terbuka diatas saluran anus untuk memungkinkan feses melewatinya..muskulus sfingter Eksternal yang bersifat voluntary artinya kita dapat mengontrol otot tersebut.Hal ini membantu dalam menjaga feses di rektum sampai kita siap untuk mengeluarkanya. Muskulus sfingter eksternal mendorong feses keluar dari lubang anus (5) dan rektum rileks. Dorongan tersebut akan menghilang sampai ada gerakan usus berikutnya3


Fisiologi kolon
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus, serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon. 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses.2
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida didalamnya diserap diusus sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas didalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun dijalan cerna yang menimbulkan flatulensi.2

MENGAPA KOLOSTOMI HARUS DILAKUKAN
Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal. Seperti halnya jenis operasi besar lainnya kolostomi bukanlah suatu hal yang mudah dan dokter hanya akan merekomendasikannya bilamana kolostomi tersebut sangat diperlukan. 2,4

Permanen kolostomi
Ada banyak alasan mengapa operasi mungkin harus dilakukan dan dibuat kolostomi permanen. Ini termasuk obstruksi atau pertumbuhan di usus besar atau rektum, luka karena kecelakaan, dan kadang-kadang kasus berat inflammatory bowel disease seperti Crohn penyakit.4
Colostomy sementara
Kolostomi juga dapat dibuat hanya sementara waktu saja, untuk memungkinkan bagian dari usus untuk beristirahat dan menyembuhkan. kolostomi sementara dibuat jika didapatkan kondisi adanya luka karena kecelakaan,atau sebagai bagian dari pengobatan untuk penyakit divertikular parah, di mana sebagian kecil tinja terjebak dalam usus dan menyebabkan peradangan, nyeri dan pendarahan, atau karena alasan lain di mana usus harus dilewati untuk sementara waktu. 4

JENIS JENIS KOLOSTOMI
Kolostomy dapat bersifat sementara atau permanen, dan dapat berada di mana pun pada
usus tergantung penyebab operasi. Jenis kolostomi berdasarkan dengan lokasi stoma yaitu ascending, transversum descending atau sigmoid1

Kolostomi ascendens
kolostomi asenden terletak di perut sebelah kanan. Yang dikeluarkan pada kolostomi jenis ini sangat cair. Sebuah kantong yang dapat mengalirkan cairan dipakai untuk kolostomi jenis ini.
jenis stoma ini jarang digunakan sejak ileostomy terbukti lebih baik digunakan bilamana pengeluarannya berlendir atau cair. Perawatan kolostomi asendens sama dengan perawatan pada kolostomi transversal1

Kolostomi transversum
kolostomi transversum dilakukan diperut bagian atas, baik yang berada di tengah maupun yang terletak kesisi kanan tubuh. Kolon transversum di isolasi dan omentum majus di lepaskan sejauh10-15 cm dari vasa kolika media kanan. Biasanya lapisan posterior omentum majus hanya sedikit saja yang melekat pada kolon dan biasanya dapat diangkat dengan diseksi gunting dan kasa tanpa perlu mengikat vasa darah. Kemudian omentum dikembalikan ke dalam perut. Dipilih daerah avaskuler pada mesokolon dekat dengan dinding kolon dan melalui ini dimasukkan kateter karet. Kemudian pada kuadran kanan atas abdomen, di atas kolon transversum, dibuat insisi pendek melintang pada kulit dan lapisan-lapisan fasia, otot-otot dipisahkan, lapisan-lapisan fasia posterior dibuka dan masuk kedalam rongga peritoneum yang harus dapat menampung tiga jari. Kateter karet disekitar kolon dengan hati-hati dimasukkan melalui lubang baru ini dan diorientasikan sehingga usus dapat dikeluarkan melalui dinding perut tanpa terpuntir. Setiap kelebihan kolon harus dikembalikan kedalam perut dan kemudian satu segmen kateter dijahitkan ke kulit, dengan demikian ia akan bekerja sebagai jembatan untuk kolostomi. Luka laparatomi ditutup, setelah pengurasan peritoneum dan penempatan gastrostomi. Segera setelah dinding perut ditutup kolon transversum dibuka tegak lurustenia koli anterior. Usus dilipat kembali dan dijahit dengan benang 3/0 yang dapat diabsorbsi yang diletakkan pada lapisan-lapisanmuskulo-submukosa dan dermal dan tidak menembus kulit atau permukaan mukosa. Pada akhir prosedur ini dibuat kantong kolostomi.5
Terdapat dua jenis kolostomi transversal yaitu loop kolostomi transversum dan
double-barrel kolostomi transversum

Loop kolostomi
seluruh usus dibawa ke permukaan kulit dan dibuka untuk membuat bagian distal, atau ujung kolon yang tidak difungsikan lagi. Sisi distal juga disebut fistula lendir karena menghasilkan sekresi lendir yang normal.bagian proksimal atau ujung kolon yang berfungsi mengeluarkan kotoran. Pasien dengan rectum yang masih utuh dapat mengalami perjalanan lendir melalui rektumnya. 1


Double-barrel kolostomi
Mirip dengan loop kolostomi, kecuali usus besar dibagi menjadi dua stoma proksimal dan sebuah stoma distal. Fungsi stoma distal sebagai fistula lendir. dan stoma proksimal berfungsuimengeluarkan kotoran. stoma Double-barrel sekarang mungkin menjadi tantangan dalam penanganannya karena kedekatan stoma satu sama lain1


Prosedur Hartmann: end colostomy and rectal stump

prosedur Hartmann adalah teknik yang relatif aman, terutama untuk ahli bedah yang kurang berpengalaman, dan risikonya secara keseluruhan lebih sedikit dibanding anastomosis primer. itu digunakan setelah reseksi darurat lesi rectosigmoid dimana anastomosis primer tidak disarankan karena obstruksi, peradangan atau kontaminasi feses. Hal ini mungkin menjadi pilihan pengobatan untuk pasien dengan keadaan yang lemah. Pada operasi Hartmann, lesi direseksi, usus proksimal dibuat menjadi ujung dari kolostomi dan bagian akhir potongan distal ditutup dengan jahitan atau staples. sekresi dari dubur masih sisa melewati anus. beberapa bulan kemudian ketika peradangan lokal telah teratasi, keputusan untuk menyambung kembali usus besar, tergantung pada kebugaran dan preferensi pasien. Namun, kolostomi yang sangat baik dapat ditoleransi oleh pasien. pasien yang sama lebih memilih untuk tetap secara permanen memakai kolostomi daripada menjalani operasi besar lainnya.6


kolostomi Descendens atau kolostomi sigmoid
Terletak di sebelah kiri perut bagian bawah. Secara umum, penegeluarannya dapat dapat diatur. Kolostomi sigmoid mungkin merupakan kolostomi yang paling sering dilakukan dari semua jenis kolostomi. kolostomi descenden atau sigmoid lebih kuat dan lebih baik daripada kolostomi transversal dan tidak memiliki konten enzim kaustik. Pergerakan usus akan berlangsung setelah sejumlah besar tinja telah dikumpulkan pada usus di atas kolostomi tersebut. Adanya kotororan yang tertumpah mungkin terjadi antara gerakan karena tidak adanya anus yang menahan kotoran tersebut. Banyak orang menggunakan kantung yang ringan untuk keamanan.1

Indikasi kolostomi descenden dan sigmoid adalah adanya kanker rectum atau kolon sigmoid, diverticulitis, trauma (cedera), cacat bawaan, obstruksi usus,dan kelumpuhan
perawatan Kolostomi Descenden atau sigmoid 1
1. Evakuasi secara alami
kolostomi sigmoid atau descenden dapat dikelola dengan evakuasi secara alami,dengan metode ini maka kotoran akan dibiarkan mengalir secara alami. Metode ini membutuhkan sebuah kantong yang dikenakan setiap saat.
2. Irigasi
Pengairan (sebuah enema melalui stoma) untuk buang air besar diatur sendiri oleh tiap individu. Hal ini harus didiskusikan dengan dokter Anda atau perawat ostomy sebelum memutuskan. Seorang dokter atau perawat ostomy harus membimbing Anda dalam prosedur ini.
Ada persediaan ostomy khusus yang dibutuhkan dalam prosedur ini yang meliputi:
1) wadah plastik dengan tabung yang panjang, dan kerucut untuk mengalirkan air ke dalam
colostomy,
2) sebuah lengan irigasi yang dipakai untuk mengarahkan output ke dalam toilet,
3) sebuah sabuk yang terukur dan sesuai untuk mempertahankan lengan irigasi, dan
4) penutupan untuk mengakhiri irigasi



KOMPLIKASI KOLOSTOMI

Masalah yang paling umum dijumpai setelah dilakukan operasi kolostomi adalah perkembangan hernia di sekitar lokasi stoma. Hal ini ditunjukkan sebagai tonjolan di kulit sekitar stoma, kesulitan pengairan dan obstruksi parsial. Mengangkat beban yang berat-berat harus dihindari segera setelah operasi. Anus preternaturalis sering menyebabkan penyulit. Hernia parastoma dapat berisi kolon, omentum, atau usus halus yang sering terjadi pada orang gemuk. Prolaps, stenosis,dan retraksi merupakan komplikasi teknik yang kurang sempurna. Infeksi dinding perut kadang terjadi dan iritasi kulit sering dilihat karena rangsang sisa pencernaan.Terapis enterostoma merupakan ahli yang bertugas khusus untuk merawat dan membimbing penderita dan keluarganya untuk menghadapi hidup dengan anus preternaturalis1,2
Pasien dengan kolostomi harus menghubungi dokter atau perawat bila ditemukan komplikasi seperti: 1
• kejang berat berlangsung lebih dari dua atau tiga jam.
• bau yang tidak biasa yang berlangsung lebih dari seminggu.
• perubahan ukuran dan bentuk dari stoma yang tidak biasa
• Obstruksi pada stoma dan / atau prolaps dari stoma tersebut.
• perdarahan yang berlebihan dari pembukaan stoma, atau jumlah sedang dalam kantong
• cedera yang parah dari stoma.
• perdarahan terus-menerus di peralihan antara stoma dan kulit.
• iritasi kulit kronis.
• Stenosis dari stoma (penyempitan).